Pasca memproklamasikan kemerdekaannya, sejarah Filipina banyak diwarnai dengan peristiwa perebutan dan peralihan kekuasaan. Setidaknya ada beberapa peristiwa utama yang terjadi hingga saat ini seperti isu kudeta, kasus-kasus korupsi, konflik antara militer, politisi dan oposisinya, pemberontakan ektrimis Moro, kontroversi undang-undang cybercrime hingga undang-undang pengendalian kelahiran. Sebagai negara kepulauan, isu konflik perbatasan wilayah kerap terjadi di negara ini, dan yang paling besar ialah konflik perbatasan bersama negara Taiwan dan Cina.
Filipina merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki hubungan sangat erat dengan Amerika Serikat jika dibandingkan negara lainnya di wilayah ini. Kemenangan Amerika terhadap Spanyol sebelum Filipina merdeka, memberikan Amerika keuntungan setelah perang dunia berakhir. Meskipun mereka menjanjikan Filipina merdeka, setelah itu Amerika diberikan kewenangan membangun pangkalan militernya di pulau-pulau bagian negara Filipina. Dalam kehidupan sosial masyarakatnya, konflik horizontal terus berlanjut dengan munculnya gerakan ekstrimis berdasarkan agama, yang terus melakukan pemberontakan dan pembunuhan kepada masyarakat sipil.
Dalam wilayah politik, protes dan konflik antara penguasa dan oposisi terus beranjut sejak Ferdinand Marcos menjadi presiden dan mendukung invasi AS di Vietnam. Momentum “People Power” terjadi setelah Benigno Aquino yang telah didakwa dengan hukuman mati oleh Marcos ditembak dalam perjalanannya menuju AS pada 1986. Selanjutnya baik presiden Estrada maupun Arroyo, terlibat dalam beberapa kasus korupsi dan kecurangan pemilu. Dalam sengitnya situasi politik yang selalu melibatkan militer, gerakan-gerakan separatis di bagian selatan Filipina terus melakukan kampanye pembebasan, beberapa di antaranya tergabung dalam Moro Islamic Liberation Front, Moro National Liberation Front dan New People’s Army (dengan ideologi komunis) selama lebih dari 40 tahun. Pada tahun 2013, badai Topan Haiyan menghantam sebagian besar wilayah tengah Filipina dan menelan banyak korban jiwa, serta hancurnya sebagian besar infrastruktur negara tersebut.
*
Tahun 1970-an merupakan sebuah titik balik bagi bidang kebudayaan di Filipina. Pada tahun-tahun ini beberapa institusi seni dibangun oleh Ibu Negara Imelda Marcos, dan conceptual art mulai masuk dalam skena seni rupa Filipina (dengan penekanan kepada seni rupa kontemporer yang cenderung berlawanan dengan seni rupa tradisional Filipina saat itu). Pada tahun 1974 tebentuk sebuah kelompok seniman Shop 6 yang didirikan oleh Yolanda Laudico, Joe Bautista, Rudy Gan, Fernando Modesto, Boy Perez, dan Roberto Chabet. Ringo Bunoan, seorang kurator dan seniman Filipina mendeskripsikan Shop 6 sebagai “fireworks” karena mereka mereka begitu menarik perhatian ketika mereka masih aktif, meskipun hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Salah satu kegiatan utama mereka ialah mengadakan pameran setiap hari Jumat, tanpa pemberitahuan tentang apa yang akan dipamerkan.
Dukungan-dukungan Imelda Marcos untuk kebudayaan di Filipina pada 1960-an sampai tahun 1970-an, menyebabkan perhatian publik yang lebih banyak kepada dunia seni. Aktivitas di pasar seni menjadi lebih aktif setelah National Artist Award mulai diselenggarakan pada tahun 1972. Tercatat bahwa sekitar 50 galeri seni didirikan dan menjamur di Metro Manila dalam beberapa dekade tersebut. Jumlah tersebut belum termasuk museum dan galeri seni lainnya di luar Metro Manila. Di antara galeri ini ialah Hidalgo Art Gallery, Red Gallery, Sining Kamalig, Galleria Duemila, Galerie Bleue dan Rear Room. Tren ini kemudian mulai menurun pada 1980-an, ketika situasi politik dan resesi ekonomi, menarik perhatian lebih banyak dibadingkan dengan dunia seni. Meskipun demikian, beberapa galeri tetap aktif: Galeri Hiraya, Greenhills Art Center, Liongoren Gallery, Galeri Genesis dan Galeri Artis.
Pada awal 1990-an, perhatian kepada dunia seni rupa mulai muncul kembali yang dipengaruhi oleh dibangunnya mall-mall di kota besar. ShoeMart atau SM Megamall Art Walk menjadi salah satu yang terkenal saat itu. Kemunculan galeri-galeri seni di SM Megamall seperti Galerie Y, Crucibe Gallery, Nemiranda Arthouse, Gallery of Prints, Gallery 139 dan SM Art Center disebabkan oleh pameran Juvenal Sanso pada tahun 1992, karena sebagian besar dari lukisannya terjual saat pameran tersebut dilaksanakan. Manajemen SM Megamall berpikir bahwa ini adalah strategi bisnis yang bagus selain mendekatkan seni ke masyarakat. Selain SM Megamall, mall lain seperti Robinsons, Glorietta Ayala, dan Alabang Town Center juga memiliki galeri seni di dalamnya. Di luar mall, ada beberapa galeri yang aktif seperti Boston gallery, Brix Gallery, Drawing Room dan lainnya. Meskipun dengan banyaknya jumlah galeri pada tahun 1990-an di Filipina, ruang bagi seniman muda masih sangat terbatas dan terlampau kecil.
Dampak dari fenomena tersebut, gagasan mengenai art project dan artist initiative di menjadi populer di Filipina khususnya di kota-kota yang menjadi pusat kesenian. Proyek-proyek seni, setidaknya di Manila, merupakan sebuah persilangan yang dilakukan oleh mahasiswa seni, organisasi seni dan galeri pada saat itu. Mereka terdiri dari sekelompok anak muda dengan kemampuan finansial terbatas, namun meiliki keberanian dan gairah yang tinggi dalam berkesenian. Mayoritas di antara mereka adalah mahasiswa University of Philippines. Munculnya fenomena ini sedikit banyak berkaitan dengan salah satu agenda Komite Seni Rupa National Commision for Culture and the Arts (NCCA) dalam melakukan pemetaan seniman di Filipina dan memepertemukan mereka ke dalam “artist network”. Kongres Seni Rupa yang dilaksanakan menyatukan sekitar 300 seniman dari empat wilayah terbesar di Filipina (Luzon, Visaya, Mindanao dan National Capital Region). Kesadaran mengenai kebutuhan akan manjaemen seni muncul setelah pada awal 2000-an data seniman yang dimiliki oleh NCCA semakin banyak.
Di antara beberapa artist-run-spaces yang terbentuk pada akhir 1990-an di Filipina adalah Big Sky Mind (1999) oleh Ringo Bunoan, Riza Manalo dan Katya Guerrero; Surrounded by Water (1998) oleh Wire Tuazon; semua pendiri artist-run-spaces tersebut berasal dari University of Phillippines College of Fine Arts. Kemudian diikuti oleh kemunculan Mag:Net Cafe di awal 2000-an yang digagas oleo Rock Drilon sebagai tempat penjualan majalah, CD, buku dan film, serta ruang untuk pameran danpertunjukan untuk seniman muda Manila.
Keberadaan artist-run-spaces di Filipina pada dasarnya mengangkat isu-su mengenai gagasan mengenai hubungan kolektif antar seniman, konsep mereka mengenai manajemen seni dan kapital, serta isu mengenai gagasan “alternatif.” Bunoan, Tuazon dan Drilon mengatakan bahwa alasan mereka membuat sebuah artist-run-spaces adalah untuk membantu teman-teman mereka sesama seniman, untuk membawa seniman dan seni ke dalam kehidupan orang banyak. Mereka ingin membantu sesama seniman dengan menyediakan tempat untuk memamerkan atau menunjukan karya-karya mereka, yang tidak dapat dilakukan oleh galeri komersil. Dengan menjadi penyelenggara pameran seni yang berbasis pada proses, mereka mengharapakan para seniman muda untuk lebih mengeksplorasi gagasan mereka ketimbang bertahan dalam bentuk seni yang konservatif atau seni-seni modern. Tantangan utama dari artist-run-spaces di Filipina terdapat pada keberlangsungan mereka yang sangat rentan dengan minimnya pendanaan yang mereka dapatkan dari luar kelompok mereka, termasuk dari pemerintah. Dalam sebuah perbincangan bersama Marika Constantino dari 98B pada pertengahan 2014, ia mengatakan hampir tidak ada dukungan dari pemerintah dalam hal pendanaan untuk program yang mereka jalankan. Selain 98B yang terdapat di Escolta, beberapa artist-run-spaces yang saat ini aktif ialah Kanto, yang terdapat di Makati City; Terminal Garden di Mandaluyong City yang merupakan laboratorium bagi seni digital dan media elektronik; Light and Spaces, berada di wilayah Quezon City yang menyediakan ruangan studio dan residensi seniman untuk pelukis, pematung dan seniman instalasi dan seni dengan medium tradisional lainnya. Light and Spaces memilki tempat yang luas sebagai tempat pameran dan pertunjukan seni.
Meskipun pada mulanya kehadiran artist-run-spaces ini merupakan sebuah respon terhadap pasar seni dan keberadaan galeri komersil, kegiatan yang dilakukan oleh artist-run-spaces ini pada dasarnya ialah sebuah pencarian platform alternatif untuk kegiatan dan keberadaan mereka sebagai seniman muda.
×
Jakarta, Maret 2015.
Keterangan:
Tulisan ini disusun berdasarkan hasil perbincangan penulis bersama kurator asal Filipina Marika Constantino dan makalah presentasi kurator Dayang Yraola berjulul “Art projects and artist initiatives as alternative platform for young Filipino global artists in the Philippines” Social Theory, Politics and Arts Conference by Euclid and Clore Management Center, Birkbeck College, London, 2009.